PENAMAS.ID, CIANJUR – Mata Suaebah (64) berkaca-kaca seperti menyimpan kisah getir yang dialaminya. Nenek dengan 2 anak dan 3 cucu warga Desa Rancagoong, Kecamatan Cilaku ini terlihat pasrah meratapi nasibnya.
Jika dulunya rumah terbilang megah dengan bangunan permanen nilainya ratusan juta rupiah. Suaebah kini harus merasakan pedihnya hidup di gudang traktor yang disulap menjadi hunian tak layak. Sesak, pengap, kumuh dan berserakan maklum sewanya hanya 250 ribu setiap bulannya.
“Saya cari yang paling murah itu susah akhirnya nemu gudang lalu saya minta izin pemilik rumah untuk disewa 250 ribu,” ujar putra sulungnya, Dede Subadri yang diiyakan Suaebah.
Masa lalu adalah kenangan namun cukup sulit bagi Suaebah untuk bangkit dari keterpurukan. Sejak tahun 2010 rumahnya dirampas mafia tanah.
Hidupnya menggelandang dari satu kontrakan ke kontrakan lain hanya karena keterbatasan keuangan. Bahkan Suaebah tak berdaya karena sejak dirinya jatuh miskin tak satupun bantuan pemerintah diterimanya baik PKH, BPNT maupun BLT DD.
“Sudah diajukan permohonannya melalui RT, RW dan Desa setempat tapi saya belum satu rupiahpun memperoleh bantuan pemerintah. Tidak mengerti juga alasannya apa, saya hanya bisa memanjatkan doa kehadirat illahi robbi,” ucapnya dengan penuh kepedihan.
Perjuangan Suaebah untuk memperoleh keadilan juga belum diperolehnya. Padahal Suaebah sesekali merasakan pengapnya udara pembakaran karena asapnya masuk mengelilingi kamar kontrakannya. Ia hanya bisa berharap kebenaran supaya bisa berdiri tegak.
“Bagaimanapun saya sedih karena di kamar ini terkadang harus menghirup asap dari tungku pembakaran pemilik rumah. Saya berharap yang sebenarnya tentang sertifikat. Demi Alloh saya tidak pernah menjual,” pungkasnya.(rky)