PENAMAS.ID, CIANJUR – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, dr Irvan Nur Fauzy mengatakan, gangguan mental emosional (GME) pada korban terdampak gempa terjadi bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
“Jadi kami lakukan skrining dan diperiksalah Self Reporting Quetionnaire (SRQ) untuk dewasa, lalu Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) untuk anak-anak. Kemudian ditemukan gangguan mental emosional untuk dewasa dan anak juga, meskipun persentasinya lebih kecil,” ujar Irvan kepada Penamas.id, Jumat (23/12/2022).
Namun, lanjut Irvan, hal tersebut masih dalam batas kewajaran setelah gempa. Pihaknya pun tidak bisa menunggu untuk intervensi, sehingga setelah selesai skrining, ia akan langsung melakukan berbagai intervensi.
“Nah GME itu bukan berarti gangguan jiwa berat. Kita juga harus paham bahwa GME adalah rasa cemas, kekhawatiran yang mengganggu aktivitas juga ada. Tapi beberapa juga ada yang baru terungkap pada pemeriksaan itu, maksudnya masih bisa dikontrol oleh mekanisme pertahanan tubuh,” imbuhnya.
Adapun data hasil skrining, Irvan menyebutkan, persentase untuk dewasa sebanyak 26 persenan dan anak 14 persen untuk di kawasan Cugenang.
“Jadi kita melakukan pengecekan di tempat-tempat yang mudah dan terjangkau. Karena memang belum memungkinkan kalau dilakukan di semua wilayah,” paparnya.
Adapun untuk penyebabnya, sambung Irvan, kebanyakan berawal dari kekhawatiran akan adanya gempa susulan. Tentang bagaimana keselamatan dirinya dan keluarganya, lalu kekhawatiran pasca-gempa, kondisi rumahnya bagaimana, tempat tinggalnya di mana, dan lain-lain.
“Tapi kan hal tersebut tidak bisa kita Intervensi individu atau hanya trauma healing. Itu kebijakan pemerintah yang disampaikan ke masyarakat terkait trauma healing juga, kepastian siapa yang akan mendapatkan bantuan, di mana mereka akan tinggal setelahnya. Kepastian-kepastian itu juga membuat kekhawatiran mereka jadi berkurang. Jadi bukan sekadar Intervensi dari kami,” bebernya.
Adapun penanganan yang diberikan, pihaknya akan melakukan penanganan sesuai dengan tupoksi.
“Di antaranya melakukan trauma healing atau pendekatan individu, jika membutuhkan obat, maka akan diberikan obat. Tapi rata-rata tidak sampai memerlukan obat,” tutupnya. (ayy/gap)