PENAMAS.ID, OPINI – PADA era digital saat ini, media sosial telah menjadibagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi generasi yang tumbuh dan berkembang didalamnya.
Platform-platform sepertiInstagram, Tiktok, Twitter, dan Facebook mempengaruhi cara berkomunikasi, berpikir, dan bertindak. Kemajuan teknologi yang berkembang, serta semakin banyaknya orang yang terhubung melalui internet membuat dampak media sosial terhadap pola fikir generasi digital menjadi semakin signifikan.
Dampak ini dapat bersifat positif maupun negatif. Tergantung, bagaimana media sosial dimanfaatkan penggunanya.
Salah satu dampak positif yang paling nyata dari penggunaan sosial adalah kemudahan dalam mengakses informasi.
Menurut (Cahyono, 2016) Media sosial memungkinkan siapa saja untuk membagikan informasi terbaru kapan saja, sehingga orang lain pun dapat dengan mudah mengakses. Generasi digital, kini dapat berbagai pengetahuan dan wawasan sekali klik. Platform seperti Youtube dan Twitter menyediakan ruang bagi beberapa individu dan ahli untuk berbagi ide, pengetahuan, dan keterampilan dalam berbagai bidang.
Finalnya, generasi muda atau Gen Z menjadikan media sosial untuk memperluas wawasan, menggali topik-topik yang menarik dan mengembangkan keterampilan baru melalui tutorial dan kursus oline.
Selain itu, media sosial juga memungkinkan interaksi antar budaya yang memperluas pandangan hidup.
Media sosial dan platform digital lainnya berperan penting dalam memfasilitasi komunikasi antara individu dari berbagai budaya.
Melalui media sosial, orang dapat terhubung danberkomunikasi secara langsung, yang membukapeluang untuk pertukaran ide, nilai, dan pengalaman memperkaya pemahaman tentang budaya lain. Judijanto (dalam Farisal et al., 2024).
Hal ini dapat membentuk pola pikir yang lebih terbuka dan global dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin terhubung.
Namun, dampak negatif media sosial terhadappola pikir generasi digital juga tidak dapat diabaikan.
Salah satu isu yang semakin mendapat perhatian adalah pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental, terutama dalam hal perbandingan sosial. Generasi digital sering kali terpapar dengan gambaran kehidupan orang lain yang terlihat sempurna di media sosial, seperti gambar-gambar mewah, prestasi mengesankan, atau gaya hidup yang penuhkemewahan.
Paparan ini dapat memicu rasa tidak puas pada diri sendiri dan meningkatkan kecemasan, stres, dan bahkan depresi. riset yang dilakukan olehDivisi Psikiatri Anak dan Remaja, Universitas Indonesia (2021) mengungkapkan bahwa 95,4% remaja berusia 16-24 tahun telah mengalami gejalakecemasan, sementara 88% di antaranya juga alami gejala depresi.
Selain itu, 96,4% remajamerasa kesulitan dalam memahami cara mengatasi stres yang disebabkan oleh masalah yang mereka hadapi (SPR MUM, 2024).
Keinginan untuk selalu tampil sempurna dipengaruhi oleh apa yang dilihat di media sosial, menciptakan tekanan sosial yang tidak mudah untuk dihindari.
Selain dampak terhadap kesehatan mental, budaya insant gratification atau pemuasan keinginan juga merupakan isu terkini yang semakinberkembang dikalangan generasi digital.
Media sosial mempercepat segala hal, informasi yang bisa didapat dalam sekejap. Hiburan tanpa batas, dan interaksi sosial yang terjadi secara instan. Kepuasan instan merujuk pada keinginan untuk segera merasakan hasil atau imbalan tanpa harus menunggu (Naur, 2024).
Fenomena ini semakin memperburuk kecenderunganuntuk selalu menginginkan pemuasan cepat, yang pada gilirannya mempengaruhi cara berpikir jangka panjang.
Generasi digital kini lebih sulitmenerima proses yang membutuhkan waktu dan udaha, baik dalam pendidikan, karier, ataupun dalam hubungan sosial.
Mereka terbiasa dengan kecepatandan kemudahan dalam segala hal, yang akhirnya mengurangi kesabaran dan ketekunan untuk hadapi tantangan yang membutuhkan waktu dan usaha yang lebih panjang.
Ketergantungan pada kepuasan instan ini dapat berisiko, karena banyakaspek dalam hidup yang tidak bisa diraih dengan cepat serta membutuhkan usaha serta ketekunan yang panjang
Secara keseluruhan, dampak media sosialterhadap pola pikir generasi digital bersifat kompleks dan saling bertolak belakang.
Di satu sisi, media sosial membuka peluang untuk memperluas wawasan, mengakses pengetahuan, dan memperkenalkan diri dalam ruang digital global.
Sementara itu, paparan media sosial dapat menciptakan perbandingan sosial yang merugikan dan bahkan merusak kesehatan mental. Terlebih lagi, budaya instant gratification yang semakin berkembang dapat memperburuk pola pikir ini, dengan generasi digital semakin menginginkan pemuasan instan dan kesulitan menerima proses yang panjang.
Agar dapat memanfaatkan media sosialsecara optimal, generasi digital perlu dilengkapidengan keterampilan literasi digital yang dapatmembantu mereka memilah informasi, menjaga keseimbangan emosi, serta membangun identitas diri lebih sehat di dunia maya.
Dalam hal ini, peran orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan sangatpenting untuk memberikan panduan yang tepat terkaitdengan penggunaan media sosial secara sehat. Generasi digital harus mampu mengenali potensi resiko yang ada dan memanfaatkan teknologi dengan bijak untuk mengoptimalkan perkembangan diri sertamenjaga mental mereka di dunia digital yang penuh tantangan. (Dede Susilawati/Unsur/Penamas)