PENAMAS.ID, JAKARTA – Merefleksikan kejadian sepanjang 2024, bencana hidrometeorologi masih mendominasi Indonesia, hingga berdampak luas terhadap masyarakat dan pembangunan. Ini dapat dihindari dengan upaya pengarusutamaan pencegahan dan mitigasi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan (Menko PMK) Pratikno, dalam puncak acara Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2025, pada Kamis (20/3/2025) di Jakarta. Pada kesempatan itu, Pratikno meminta keterlibatan semua pihak untuk menurunkan risiko bencana.
“Bencana tidak mungkin diturunkan risikonya tanpa keterlibatan banyak pihak,” ujar Pratikno
Menurutnya, intensitas kejadian bencana naik-turun meskipun waktu belakangan ini jumlahnya cenderung turun. Namun, ia mengingatkan pengarusutamaan pencegahan dan mitigasi menjadi hal penting dalam pembangunan. Pihaknya mencontohkan dengan peristiwa banjir Bekasi yang terjadi pada awal Maret kemarin.
Menyikapi bencana hidrometeorologi, seperti banjir yang terjadi di Bekasi, Pratikno menekankan penanggulangan bencana perlu dilakukan pada sisi hulu, tengah dan hilir.
“Hulu harus dijaga, misalnya daerah resapan,” jelasnya.
Ia menambahkan pada bagian tengah juga perlu penguatan, misalnya dengan memperhatikan kebutuhan infrastruktur maupun kondisi sungai. Selanjutnya pada bagian hilir, ini terkait dengan tata ruang seperti kawasan pemukiman yang seharusnya menjadi tempat ‘parkir’ aliran sungai.
Pratikno menggarisbawahi, pembangunan yang tidak mengedepankan paradigma pencegahan dan mitigasi bencana justru akan menyebabkan bencana. Ia mengatakan, mereka yang berada di hulu akan menikmati hasil pembangunan, tetapi mereka yang di hilir akan terkena dampaknya.
Dalam pembukaan Rakornas PB 2025, Pratikno meminta semua pihak untuk menurunkan frekuensi kejadian dan meminimalkan dampak atau kerugian akibat bencana. Langkah penting untuk merespons hal tersebut harus dengan upaya bersama pemerintah, masyarakat dan semua pihak.
Di akhir sambutannya Pratikno memberikan lima arahan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk tangguh bencana. Menurutnya, kepala daerah merupakan garda terdepan dalam pengarusutamaan pencegahan dan mitigasi.
Perencanaan Pembangunan di daerah perlu memiliki perspektif bencana sebagai pertimbangan utama. Fungsi kebijakan dan pengawasan diharapkan dapat berjalan dengan baik, mulai dari perencanaan, Pembangunan infrastruktur hingga kemampuan masyarakat akan sadar bencana.
“Kepala daerah mohon betul meletakkan paradigma pencegahan dan mitigasi bencana menjadi sebuah kacamata utama dalam melihat program Pembangunan,” tutur Pratikno.
Kedua, penguatan kelembagaan. Menurutnya ini mencakup penguatan organisasi, pengalokasian anggaran dan penguatan personel. Ia mencontohkan BPBD dapat turut mengawal agar pengambilan Keputusan pemerintah daerah dengan menggunakan perspektif pengurangan risiko bencana.
Ketiga, infrastruktur antisipatif bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti normalisasi sungai, pengolahan sampah dan drainase serta penyiapan shelter dan jalur evakuasi.
Keempat, pasukan siaga tangguh bencana. Pratikno berpesan apabila tidak terjadi bencana, personel BPBD dan unsur terkait dapat melakukan apel kesiapsiagaan dan pengecekan peralatan. Di samping itu, langkah ini juga perlu didukung dengan sistem peringatan dni dan komunikasi darurat.
Terakhir, komunitas sadar bencana. Kemenko PMK berbagai upaya untuk menyampaikan edukasi kepada masyarakat terhadap bencana, seperti gerakan bebas sampah, desa tangguh bencana dan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas
Puncak acara Rakornas PB 2025 ini menghadirkan narasumber lainnya dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Komisi VIII DPR RI. (Redaksi/Rls/Penamas)