PENAMAS.ID – Indonesia adalah negara majemuk. Keragaman dalam agama, budaya, sosial, bahasa, dan suku menjadi sesuatu hal yang tidak bisa dipungkiri. Keragaman dalam realitas luar manusia ini menyuguhkan sebuah kesan bahwa keragaman akan selalu ada. Karena, ia menjadi bagian dari sunatullah, layaknya malam dan siang, laki-laki dan perempuan. Keragaman menjadi perbedaan yang hakiki, sekaligus penciri dalam rona kehidupan manusia.
Dalam ruang keragaman yang ada, Indonesia masih tetap bisa bersatu. Bhineka Tunggal Ika, menjadi semboyan yang melekat dalam diri manusia Indonesia. Perbedaan dalam keragaman bukan untuk saling menjauhkan atau bahkan pendorong dalam perpecahan. Perbedaan menjadi potensi besar untuk menyatukan visi membangun bangsa.
Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan RI, keduanya contoh untuk menunjukkan kebersatuan dalam keragaman. Para tokoh bangsa, ulama, tokoh agama lain, pemuda, dan segenap rakyat Indonesia dari berbagai suku dan daerah berkomitmen untuk memerdekakan bangsa dari seluruh penjajahan. Terlebih, catatan sejarah membuktikan peran para ulama dalam memerdekakan bangsa juga terlibat dalam perumusan persiapan kemerdekaan, bahkan sampai pada tahap perumusan dasar negara RI. Keterlibatan komponen bangsa menampilkan kenyataan akan kesatupaduan dalam membangun dan memerdekakan bangsa. Mereka bersepakat bahwa negara RI adalah negara kesatuan, bukan negara agama, kerajaan, atau bahkan bukan kapitalisme, sosialisme, dan komunisme. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara yang mengayomi kebersatuan manusia dalam keragaman agama, sosial, budaya, ras, dan bahasa. Ini menjadi komitmen bersama yang kuat.