PENAMAS.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengatakan, putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima dan menunda tahapan Pemilu 2024 merupakan sensasi yang berlebihan.
BACA: 250 Siswa SD Al-Azhar Cianjur Ikuti Pelatihan Kedisiplinan dari Yonif Raider 300/Bjw
“Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan, tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” ujar Mahfud mengutip akun Instagram pribadinya, Jumat (3/3/2023).
“Saya mengajak KPU naik banding dan lawan habis-habisan secara hukum,” tambahnya.
Mahfud menegaskan, secara logika hukum, KPU pastilah menang. Karena PN tidak memiliki wewenang untuk membuat vonis tersebut.
“Alasan hukumnya begini, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu itu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu, tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya digugat ke PTUN,” bebernya.
Ia menilai, Partai Prima sudah kalang sengketa di Bawaslu dan kalah di PTUN. Itulah penyelesaian keputusan sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara.
Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau suara hasil pemilu, lanjutnya, maka menjadi kompetensi Mahkamah Agung (MK) dan itu pakemnya.
BACA: 5 Manfaat Teh Daun Jambu Biji Bagi Kesehatan, Ternyata Mampu Menurunkan Berat Badan
“Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN,” urainya.
Mahfud menegaskan, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan secara eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Karena melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.
“Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan UU, tapi juga dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali. Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” tandasnya.(sis/bbs)