PENAMAS ID – Kasus pembunuhan berantai selama 30 tahun kembali terulang. Pembunuhan tanpa jejak, hanya menyisakan sebuah kartu berisikan simbol dan nama
Lee Harper (Maika Monroe) yang baru bergabung sebagai FBI pun diminta membantu menangani kasus tersebut. Kemampuan cenayangnya diyakini sang atasan bisa mengungkapkan siapa sebenarnya Longlegs.
Sayangnya kasus ini justru malah membawanya ke masa lalu yang sudah dilupakannya. Kisah kelam antara dirinya dengan sang ibu. Yuk simak sinopsis longlegs dibawah ini.
Sinopsis Longlegs
Osgood Perkins atau Oz Perkins sepertinya benar-benar agresif dalam menceritakan film yang ditulisnya. Ia memberikan teror secara absurd lewat beragam media yang bisa digunakan di dalam film.
Penonton pun dibiarkan hanyut dalam ketakutannya terhadap sosok Longlegs. Dan ketegangan demi ketegangan pun begitu terasa saat kita melihat aksi-aksi Lee di dalam tiga babak.
Ia begitu kaku dan nyaris sulit berekspresi sebagaimana karakter lainnya, bahkan saat berbincang dengan anak perempuan komandannya pun suasana terasa cukup canggung.
Oz seperti menyusupkan elemen gaib dan juga psychodrama di sana. Berkali-kali kita dibuat yakin jika kasus ini hanyalah pembunuhan yang dilakukan psikopat terhadap anak-anak yang berulang tahun di tanggal 14 serta keluarganya saja.
Hingga akhirnya perlahan misteri demi misteri mulai terungkap dan bagaimana akhirnya Lee terpaksa menemui Longlegs di ruang bawah tanah.
Namun semuanya justru malah seperti mengurai benang kusut, kita malah menemukan simpul-simpul lainnya seiring berjalannya film.
Momen di mana satu babak berakhir dan babak lainnya dimulai adalah bagian dari teror yang dihadirkan Perkins di sini. Kita seperti hanyut dalam permainan teka-teki yang mungkin tanpa akhir.
Penampilan Maika Monroe (It Follows, The Guest hingga Villains) yang dinobatkan sebagai scream queen layak mendapat sorotan. Ia begitu handal membawa ketegangan di sepanjang film tanpa bumbu-bumbu jumpscare.
Jahitan magis dari Perkins juga terlihat saat kalian disuguhkan dua tipe gambar, dengan format kotak dan lebar. Di mana menjadi caranya tersendiri untuk membuat perspektif penceritaan yang berbeda di sana.
Sementara tugas Nicolas Cage terlihat jadi lebih ringan, ia hidup seperti sosok penuh teror dengan makeup dan bedak tebalnya itu. Ia tak perlu lagi menakut-nakuti, cukup melihatnya berbicara dan bergerak saja sudah membuat penonton gelisah.
Apresiasi juga patut diberikan pada sound designer Eugenio Battaglia yang membuat sound dalam film ini seolah menjadi karakter penuh teror.
Banyak sekali suara desiran, langkah kaki hingga ambient yang membuat kita yakin bahwa akan hadir jumpscare di sana.
Longlegs menjadi film tentang bagaimana kita diteror oleh pikiran kita sendiri saat mencoba menganalisa apa yang ada di dalam frame dan adegan selanjutnya.(BIL/PENAMAS ID)