PENAMAS.ID, JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendesak Pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
BACA: Dilaporkan KDRT Istri, Bukhori Yusuf Akhirnya Mundur dari Anggota DPR RI dan PKS
Penerbitan aturan turunan UU TPKS jadi vital lantaran agar penanganan kasus kekerasan seksual bisa terlaksana secara lebih optimal.
“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah darurat, termasuk marak terjadi di lingkungan pondok pesantren. Pemerintah harus bergerak cepat menyelesaikan aturan turunan UU TPKS,” ujar Wakil Ketua Baleg, Willy Aditya mengutip dpr.go.id, Kamis (25/5/2023).
Pasalnya, sebanyak 41 orang santri menjadi korban pencabulan di pondok pesantren di Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dua orang pelaku pemerkosaan merupakan pimpinan pondok pesantren.
Korban Berusia 15-16 Tahun Dijanjikan Surga
Modus yang digunakan pelaku adalah dengan membuka kelas pengajian seks khusus untuk santri yang jadi incaran. Pelaku memberi materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri.
Usia korban rata-rata masih 15-16 tahun dan duduk di kelas 3 MTs/SMP. Seluruh korban dijanjikan mendapat wajah berseri dan berkah untuk masuk surga oleh pelaku.
“Perbuatan pelaku sangat biadab. Pondok pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk menuai ilmu. Apalagi pondok pesantren kan juga mengajarkan tentang akhlakul karimah, jadi pengasuh pondok pesantren atau guru agama seharusnya menjadi teladan. Kita menyayangkan jika ada pengasuh pondok pesantren yang memanfaatkan kepolosan santri/santriwati,” ungkap Politisi Fraksi NasDem itu.
Ia juga meminta polisi beserta jajaran penegak hukum menindak tegas para pelaku agar mendapat sanksi setimpal.
“Jika ini tidak disikapi dengan serius, khawatir kasus kekerasan seksual menjadi lingkaran setan yang tidak ada putusnya,” imbuhnya.
Sebagai contoh, lanjutnya, kasus pelecehan seksual di pondok pesantren di Provinsi Lampung terjadi beberapa waktu lalu.
Modusnya berupa santriwati diiming-imingi mendapat berkah jika bersetubuh dengan pelaku. Selain itu, terjadi kekerasan seksual kepada belasan santriwati di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Batang, Jawa Tengah yang mana pelakunya adalah pengasuh ponpes.
Hingga saat ini, menurutnya, aparat penegak hukum biasanya menggunakan Undang-Indang Nomor 1 tahun 2016 tentang Undang-undang Perlindungan Anak dalam kasus kekerasan seksual di bawah umur.
Menurut Willy, penanganan kasus kekerasan seksual seharusnya bisa lebih efektif apabila penegak hukum menerapkan pasal-pasal dalam UU TPKS.
“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seperti gunung es. DPR sudah mengesahkan UU TPKS dengan maksimal, namun masih belum efektif karena aturan teknisnya belum ada. Maka, kami mendesak pemerintah untuk sesegera mungkin menerbitkannya,” ucap Willy.
11.016 Kasus Kekerasan Seksual Terjadi Sepanjang 2022
Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat sebanyak 11.016 kasus kekerasan seksual pada 2022.
Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 di mana terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.162 kasus.
BACA: Harga Daging dan Telur Ayam Terus Melonjak, DPR Dorong Pemerintah Temukan Solusi Strategis
Kemudian Komisi nasional (Komnas) Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual menjadi yang terbanyak dilaporkan pada tahun 2022.
Terdapat 2.228 kasus yang memuat kekerasan seksual atau 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
Willy meminta komitmen dari Pemerintah untuk segera menyelesaikan aturan turunan UU TPKS yang disepakati dengan membentuk aturan turunan menjadi 3 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden.
“Sinergi lintas Kementerian/Lembaga sangat dibutuhkan di sini. Karena UU TPKS menjadi terobosan hukum dalam kasus-kasus kekerasan seksual,” pungkasnya.
Puluhan Santri Jadi Korban Kekerasan Seksual, DPR Desak Pemerintah Terbitkan Aturan Turunan UU TPKS. (Siska/Penamas)