PENAMAS.ID, CIANJUR – Keluarga korban perundungan di SMAN 1 Mande menuntut guru untuk meminta maaf secara terbuka di lokasi lapangan SMAN 1 Mande. Jika tidak dilakukan, pihak keluarga tidak menutup kemungkinan untuk menempuh jalur hukum agar mendapatkan keadilan.
Upaya kekeluargaan masih dibuka kesempatan selagi guru tersebut mau membuka mata untuk mengakui kesalahannya. Lantaran peristiwa perundungan itu dipicu saat tangan korban yang ditutupi pakaian dipaksa untuk dibuka oleh salah seorang guru, hingga timbul teriakan yang menyakitkan korban dengan umpatan tangan monyet dan tangan aspal.
“Kejadian yang dialami salah satu siswa itu sudah termasuk kategori perundungan karena guru menarik paksa pakaian yang menutupi tangan korban karena ada permintaan supaya tidak dibuka. Belum lagi yang teriakan tangan monyet dan pandangan sinis ke korban udah termasuk kategori bullying, baik verbal maupun non verbal,” ujar Ketua Harian DPP Perkumpulan Pengacara Peduli Perempuan, Anak dan Keluarga (P4AK) Lidya Indayani Umar.
Lidya menambahkan dalam kejadian ini guru tidak perlu gengsi untuk mengakui perbuatannya sekaligus meminta maaf kepada korban. Sebagai orang yang jadi panutan tentu saja guru tidak akan mengurangi derajatnya jika ada khilaf dalam tindakannya.
“Kami berharap agar keinginan anak tersebut dipenuhi pihak sekolah dan pihak KCD juga ikut mendorongnya jika memungkinkan dikenai sanksi administratif kepada gurunya. Jadi itu cara mengobati luka anak dengan cara guru itu meminta maaf secara langsung di lokasi yang sama saat korban mengalami perundungan. Jika itu guru sudah minta maaf maka korban bersedia secara terbuka menyampaikan kondisi tangannya yang diterima sebagai anugerah berupa tanda lahir,” tegas perempuan yang juga aktif di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur ini.
Ayah kandung korban, Gagan Sugandi membenarkan adanya keinginan anaknya tersebut. Permohonan maaf harus disampaikan guru di lapangan saat pelaksanaan upacara bendera.
“Selama ini guru tersebut belum pernah mengakui perbuatannya dan meminta maaf, kita menunggu sampai Senin depan. Jika tidak dilakukan permohonan maaf secara terbuka itu bukan tidak mungkin pihaknya akan menempuh jalur hukum,” tukasnya.
Di tempat berbeda, Kepsek SMAN 1 Mande Deden Sugandi tak menampik jika keterangan yang diterima dari salah satu guru tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan korban. Pihak sekolah fokus untuk berupaya menyelamatkan siswanya agar tidak putus sekolah.
“Sekarang ini hanya menyelamatkan siswi agar kembali bersekolah namun gurunya juga harus tetap mengajar karena sekarang inikan orangnya sedang sakit karena harus menghadapi kejadian ini,” dalihnya.
Terpisah, Kepala KCD Wilayah VI Disdik Jabar, Endang Susilastuti mengatakan jika informasi yang diperolehnya dari pihak sekolah tidak seperti yang berkembang saat ini. Menurutnya apa yang terjadi merupakan kegiatan rutin dan biasa saja sehingga tidak ada peristiwa perundungan.
“Sekolah itu ramah anak tidak boleh ada bullying, informasi dari pihak sekolah itu kejadiannya normal saja ada anak yang menutup tangan pakai jaket, ada terbuka sedikit begitu diliat guru namun gurunya tidak tahu ada tanda lahir itu. Pada saat kejadian itu anaknya tidak merasa tertekan. Pihak sekolah sudah berupaya kalau ada kesalahan minta dan akan mendatangi rumah korban. Kalau inikan pihak sekolah tidak tahu ada tanda lahir sehingga perlu pendampingan khusus,” urainya tanpa menyebut sanksi yang akan diterapkan.(rky)