PENAMAS.ID, CIANJUR – Pekerja perempuan di Cianjur mendominasi pekerjaan di bidang industri. Komposisinya, perempuan sebanyak 70 persen sementara pekerja laki-laki hanya 30 persen.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cianjur, Endan Hamdani. Menurutnya, hal tersebut disebabkan tidak adanya larangan bagi pemilik perusahaan dalam menentukan selisih jumlah antara pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki.
Kondisi tidak adanya larangan dalan aturan ketenagakerjaan bahwa pekerja laki-laki harus lebih banyak ketimbang perempuan, sambung dia, hanya bisa diubah dengan diterbitkan aturan berbasis kearifan lokal.
“Saat ini sedang disusun raperda (rancangan peraturan daerah) mengenai penempatan tenaga kerja yang spiritnya dari fenomena yang berkembang di masyarakat. Di mana tingginya angka perceraian akibat dominasi perempuan dibanding laki-laki yang bekerja di bidang industri,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (6/10/2022).
Meski demikian, ia menilai pekerja perempuan memang memiliki kelebihan tersendiri. Di samping teliti dalam pekerjaannya, lanjut Endan, mengacu terhadap pertimbangan perusahaan saat rekrutmen, pekerja perempuan juga mampu bekerja dengan baik sehingga hal yang terjadi saat ini pun berkaca dari wilayah lain.
Ia menegaskan, instansinya tak memiliki wewenang dalam menentukan masuknya investor yang memiliki kriteria dalam menentukan pekerjanya.
“Kita posisinya di tengah setelah investor masuk dan perusahaan berizin, sehingga tak bisa berbuat banyak begitu perusahan langsung menentukan kebijakan rekrutmen pekerjanya. Investor manapun begitu sudah memiliki legalitas lalu mempunyai aturan sendiri. Untuk itu nanti kita atasi ketimpangan ini dengan adanya perda baru,” tegasnya.
Sementara itu, warga asal Mande, Anwar (40) sepakat jika diberlakukan perubahan komposisi pekerja di bidang industri. Pria yang memiliki istri pekerja pabrik ini menilai, kondisi saat ini memiliki dampak dalam kehidupan rumah tangga karena perempuan yang memiliki penghasilan sementara suaminya jadi pengasuh anak.
“Kalau dibiarkan jumlah wanita yang bekerja di pabrik lebih tinggi ketimbang laki-laki, dampaknya terjadi perceraian yang meningkat. Malah saya sering mendengar di pabrik banyak terjadi perselingkuhan sesama karyawan. Jadi lebih baik secepatnya dilakukan perubahan,” pungkasnya.(RKY)